Kamis, 26 Oktober 2017

Perubahan Mendasar Pemikiran Sayid Qutub

Judul Buku : Perubahan Mendasar Pemikiran Sayid Qutub
Tebal buku : 106 halaman (tidak termasuk index, daftar isi, kata pengantar)
Pengarang : Abdullah at-Tharablusi
Penerbit : ibadah.net

Bagi kamu yang doyan baca-baca buku, utamanya buku tentang dakwah, atau gerakan dakwah, tentu tidak akan asing dengan nama Sayid Quthub. Tahun 1951, di usianya yang ke-45, as-Syahid Sayyid Qutub bergabung dengan Ikwanul Muslimin. Inilah saat merasa dirinya baru dilahirkan. Setelah 25 tahun umurnya dihabiskan dengan al-Aqaad.

Dalam al-Ikhwan, sekalipun tidak pernah menjabat sebagai pemimpin, Sayid telah dinobatkan sebagai pemikir nomor dua setelah Hasan al-Bana. Perubahan Sayid memang amat terlihat setelah beliau bergabung dengan al-Ikhwan, sekalipun ini bukanlah pemikiran beliau yang terakhir.

Buku ini dikumpulkan dari artikel yang ditulis secara berseri dalam majalah al-Waie dengan judul at-Taghyir al-Judzuri fi al-Fikri al-Syahid Sayyid Qutub. Pertanyaan-pertanyaan yang menjadi kunci pembahasan buku ini, diantaranya apa yang dimaksud 'perubahan mendasar' dalam pemikiran Sayid Qutub? Benarkah Sayid mengalami perubahan mendasar dalam pemikirannya?Jika Ya, dimanakah letak perubahan mendasar itu? Dan siapakah orang-orang yang telah mewarnai perubahan mendasar dalam pemikiran Sayid Qutub?

Setelah selama 25 tahun hidup dengan al-Aqaad, sebuah kelompok seni dan syair. Sayid merasakan ketidakbenaran dalam langkah yang dia ambil. Akhirnya sekitar tahun 1945, setelah beliau menyaksikan Hasan al-Bana, pendiri al-Ikhwan diburnuh, Sayid merasa simpati dan kemudian mengkaji sosok Hasan al-Bana. Dan tahun 1951, beliau bergabung bersama dengan al-Ikhwan. Beliau bergabung bersama jamaah ini selama kurang lebih 15 tahun sampai akhirnya meninggal dunia, setelah dihukum mati oleh Regim Nasser.

Karya monumental beliau yang hingga kini masih dikaji dan sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia Tafsir Fi Dhilalil al-Qur'an. Inilah 'perubahan mendasar' yang terjadi dalam pemikiran tokoh syahid ini. Boleh jadi karena faktor keikhlasannya, belia akhirnya dapat meraih kedudukan agung ini. Keikhlasan ini nampak ketika beliau mampu mengumumkan, bahwa dirinya telah melepaskan diri dari pemikiran-pemikiran beliau sebelumnya, setelah beliau mengadopsi pemikiranya yang baru.

Keikhalasan beliau juga nampak ketika pada tahun 1953 berkunjung ke al-Quds dan bertemu Syekh Taqiyudin an-Nabhani. Mengenai pertemuan dua tokoh ini juga ditulis oleh Dr. Sadiq Amin tapi dengan nada negatif dalam bukunya ad-Da'wah al-Islamiyyah, Faridhatun Syari'iyah wa Dharuratun Basyariyyah, halaman 101.

Pertemuan Sayid dengan Taqiyudin telah banyak merubah pemikirannya, diantaranya tentang kewajiban mendirikan Daulah Khilafah Islamiyyah. Yang mungkin kalau ditelusuri sumber-sumber yang menuliskan itu sangat sulit ditemukan dan terlalu prematur untuk menyimpulkan. Tapi wacana-wacana itu dapat kita telusuri lewat buku yang dicetak pertama kali tahun 1993 ini. Edisi Indonesianya diterjemahkan dan diterbitkan oleh ibadah.net.

Akhirnya, apapun tentang Sayid Qutub rahimahullah, beliau adalah as-Syahid yang tetap hidup di tengah kita. Pemikiranya masih menyinarkan harapan untuk menyembukan kondisi umat, yang masih belum sadar, dan ketika banyak orang sudah tidak lagi mempunyai harapan terhadap kehidupan mereka. Dan buku ini, merupakan uraian terbaik dalam memahami mainframe gerakan Sayid Qutub yang banyak dilupakan oleh para pengikutnya. Selamat Membaca.
Previous Post
Next Post

0 komentar: