Kamis, 26 Oktober 2017

Ngintip Film Indo

Edisi: 87 Th VII / Januari 2007

Sobat, p Penganugerahan Piala Citra yang dihelat di Jakarta Convention Centre beberapa waktu lalu, sukses ngantarkan Nirina Zubir sebagai pemeran wanita terbaik dalam film Heart. Film yang isi naskahnya ga jauh beda ama Kuch-kuch Hotta Hai dari India alias cinta segitiga, sukses menarik minat remaja tanah air untuk berbondong-bondong ke bioskop 21. Apalagi ditambah ama soundtrack yang dibawakan oleh Irwansyah dan Acha, membuat popularitas film sekaligus original soundtrack-nya laris manis bak kacang rebus (bosen ah kalo kacang goreng terus). Sedangkan pemeran pria terbaik, diraih oleh Albert Fakdawer yang notabene seorang rookie atau pendatang baru di dunia film Indonesia. Membintangi Denias Senandung di Atas Awan, dia sukses mengalahkan nominee lain seperti Ringgo Agus Rahman, Aries Budiman, Dwi Sasono, dan Ramon Y. Tungka.

Ehm, dunia film Indonesia nampaknya lagi bergairah. Setelah lama terpuruk dengan ide yang minus dan penonton yang jeblok, akhirnya para produsen film negeri ini mulai menemukan secercah titik terang. Belantara film Indonesia yang selama ini identik dengan film porno dan panas (ini bukan film kebakaran hutan lho), mulai beralih menjadi film-film yang lebih ‘sopan’ dan ‘berisi’ (masa’ sih). Fokus film-film layar tancap gedongan atau bioskop masih berada di seputar dunia remaja. Lho kok bisa? Ya iyalah, siapa lagi sih yang sering mejeng ke bioskop? Pastinya ABG dan teenagers, bukan pria dan wanita bermutu alias bermuka tua, hehe..

Nah, sukses film layar lebar Ada Apa dengan Cinta yang dibintangi Dian Sastrowardoyo dan Nicholas Saputra, boleh dibilang membawa ‘berkah’ bagi perkembangan hiburan yang membidik pasar remaja. Ngga lama setelah itu muncul sinema sejenis Eliana Eliana, 5 Sehat 4 Sempurna, Virgin, Satu Ciuman, Belahan Jiwa, Ekskul, Heart gubahan sutradara Hanny R. Saputra, Cinta Rock and Roll yang dilakoni oleh Nadine Candrawinata, serta Cinta Pertama-nya Sunny yang dibintangi Bunga C. Lestari.

Bukan hanya film soal romantika remaja saja yang sedang booming. Sinema Indonesia yang memang dari dulu spesialis soal memedi dan horor masih menjadi tren dan gaya hidup (eleh-eleh, emangnya ada setan gaul?). Ingat ga kalo beberapa tahun lalu ada Dunia Lain the Movie, yang diilhami dari Reality Show Dunia Lain yang sukses memperoleh Asian Awards. Seakan menjadi trigger bagi sutradara film-film Indo yang lain, bermunculan deh film-film horor dengan teknologi yang anyar. Seperti Pocong, Kuntilanak, Bangku Kosong, Lentera Merah, Hantu Jeruk Keprok eh salah Jeruk Purut, juga ikut meramaikan ajang adu ide perfilman Indonesia. Sayangnya, para pemeran setan di beberapa film tadi ga ada yang ikutan nebeng di Piala Citra. Weleh-weleh.

Cuma Komoditi Bisnis?

Keberadaan remaja sebagai TO atau target operasi para produser film bukanlah sebuah omong kosong. Dari judul dan tema film yang diangkat, tentunya film layar lebar di negeri ini sangat minim yang berisi tentang edukasi dan suri tauladan. Apalagi tentang agama. Aduh..jauh men. Masih ingat film Kiamat Sudah Dekat yang disutradarai oleh Dedy Mizwar beberapa tahun lalu. Salah satu media cetak di Surabaya mencetak judul -“Kiamat Sudah Dekat” untuk Kiamat Sudah Dekat- pada headline korannya, karena minimnya daya tarik dan kosong melompongnya bangku di bioskop saat film itu diputar. Tentunya produser dan sutradara yang mengevaluasi kinerjanya, membanting stir dari edukasi dan moral menjadi pure entertainment dan life style. Kalo udah ngelihat remaja, mata mereka langsung ijo, mbayangin berapa gepok uang yang bakal mereka dulang. Bagai gayung bersambut, film-film tentang cinta dan gaya hidup mendapat applaus yang luar biasa. Bioskop penuh, tiket amblas dibeli dan tentunya keuntungan yang ga sedikit diraup oleh para produsen film. Yang paling bahaya, gaya hidup di film yang diblow up, nyantol di benak remaja, dan dipersiapkan oleh remaja untuk segera dipraktekkan. Aduh, ciloko sembilan belas.

Awas lho sobat, kita ngasih warning bener-bener nih. Impact atau dampak dari tontonan yang jadi tuntunan, udah siap menerkam remaja bak singa yang lapar. Apalagi kalo ngelihat tipe remaja sekarang, yang cenderung nyantai, bahkan punya hobi hura-hura. Maka match banget ama tema-tema yang diangkat di layar lebar. Kita bisa ngelihat dan merasakan gimana sih karakter anak belasan tahun, contohnya yang kebidik di film Ekskul. Ga jauh banget dari hura-hura, senang ngumpul bareng teman, dan berbusana stylish. Plus seneng ama junk food, dan fast food dari barat sono. Yang udah aga gedean dikit sekitar 20 tahun keatas, karakter yang muncul seperti mencari identitas diri, belajar dengan ngoreksi diri dari kesalahan. Memang sih kelihatannya oks banget. Tapi, tetep aja standar yang kepake bukannya Islam. Melainkan budaya dan tradisi barat. Buktinya, kegiatan di waktu luang, lebih banyak diisi ama keluyuran di mall, jalan-jalan bareng pacar, nonton film di bioskop, dan nraktir teman dan pacar di pub atau resto dan cafe. Nah, remaja tipe inilah yang jadi bidikan media dan western life style. Kalo udah kena, siap-siap aja deh jadi komoditi bisnis dan romusha-nya budaya kapitalis.

Buang Kapitalisme, Terapkan Islam

Ya, maklumlah sobat, memang sekarang kita lagi hidup di zaman yang serba bebas nilai. Kita juga dihadapin dengan banyak problem hidup yang serba njlimet. Memang dalam pola hidup kapitalisme, manusia diajarkan untuk berpola hidup serba bebas dan semaunya sendiri. Karena, yang paling penting menurut mereka adalah menguntungkan dalam hal materi. Perkara apa bisa merusak moral dirinya dan orang lain, apalagi menjauhkan diri dari agama itu bukanlah hal yang penting. Sebab, urusan duit diatas segalanya.

Hal ini sudah terbukti dengan sinema layar lebar yang beredar di negeri kita. Itu hanya setitik noda kelam dunia remaja yang sudah jadi budak kapitalisme global. Memang ga semuanya tanggung jawab kita pribadi. Masyarakat harus punya satu suara untuk menolak segala hal yang berbau haram dan ngerusak jati diri kaum muslimin, sayangnya masyarakat kita sekarang cenderung cuek dan ga mau tahu. Di sisi lain, negara sebagai pengayom, justru menjadi pihak yang paling bertanggung jawab, sebab merekalah yang punya kekuatan untuk merubah dan nerapin aturan. Payahnya, negeri kita ga memiliki standar Islam sebagai undang-undangnya. Klop deh ancurnya.

Dengan segelontor fakta di atas, udah saatnya bagi kita memilih dan memilah, mana diantara fenomena di hadapan kita yang baik, dan mana yang tidak. Menurut Islam tentunya dan hal ini ga akan bisa kita lakukan tanpa pemahaman Islam yang bener. Ingat lho sobat, Rasulullah SAW bersabda, “Andaikata seorang mukmin mengetahui siksaan yang ada di sisi Allah, tentu tak seorangpun yang tidak mengharapkan surga-Nya….” (Mutafaq‘alaihi). Nah sobat, saatnya kita sekarang membina diri kita dengan pemahaman Islam. Gimana sih caranya? Ya, ngaji dong.
Latest
Next Post

0 komentar: