Kamis, 26 Oktober 2017

Metroseksual

Edisi: 91/VII/Agu/2007

Sobat, fenomena metroseksual pastinya ga asing lagi deh, lewat di telinga kita. Booming gaya hidup ini telah mewabah di seluruh dunia. Menarik untuk dicermati, ga Cuma dari ide metroseksual yang membidik pria-pria berkantung tebal, tapi juga dari budaya dan tradisi baru yang seakan-akan menggambarkan kehidupan pria modern. Eit… ngomong-ngomong, ngerti ga sich, apa itu metroseksual? Jangan-jangan masih blnak… Telmi dong…

Ehm, konon, asal mula kata “metroseksual” tuh dari kata Yunani. Metropolis yang artinya ibukota, ditambah dengan embel-embel seksual. Definisinya, kurang lebih seperti ini : sosok narsistik dengan penampilan calm dan soft, yang jatuh cinta ga Cuma ama diri sendiri, tetapi juga gaya hidup urban alias kota besar. Konon, istilah ini muncul sekitar tahun 1994. dan jadi booming setelah di tahun yang sama CNN ngadain talkshow, dengan tema yang identik. Apa? Metroseksual ta? Dieng..!! Ya iyalah….

Sobat, yang menarik, kata metroseksual hanya terbatas digunakan untuk laki-laki,. Yup, boyz only. Yang bukan cowok, permisi ya neng. gampangnya, menurut mereka metroseksual adalah laki-laki muda yang punya uang (khusus untuk dihambur-hamburin), hidup dalam jangkauan gaya metropolis. Tongkrongannya di best shopping mall, klub, butik, pusat kebugaran, salon kecantikan, dan lain-lain. Pokonya, tempat-tempat yang bisa bikin diri mereka dimanjakan dan tampil selalu kinyis-kinyis. Pastinya tempat mangkal mereka bukan deket ama kandang ayam, warung giras, tambal ban, bengkel las, selokan mampet dan WC umum. Waduh, adu ganteng ama ayam atuh bang…
.
Pengen yang lebih jelas lagi, ada kok. Artikel di rubric Fashion & Style di New York Time nyebut kalo metroseksual didefinisikan kurang lebih sebagai lelaki yang menggemari busana bagus dan benda bagus lain pada umumnya. Sang metroseksual ga begitu berpotensi sebagai pria macho. Ga berbadan gempal seperti Incresible Hulk, bahkan ga seperti The Thing-nya Fantastic Four. Nah, dia atau mereka (baca: metroseksual person) juga ga punya asosiasi sebagai gay alias suka sesama jenis. Tahu kan gay? Itu tuh yang punya sebutan lain “jeruk” makan “jeruk” dan pria “AC-DC”, hehe. Ngomong-ngomong, si metroseksual person ini, boleh jadi mengencani cewek-cewek. Apalagi yang tampil dengan pose seksi pada maajlah-majalah popular khusus pria. Seperti majalah Popular, Male Emporium, atau FHM alias For Him Magazine versi Indonesia. Sosok seperti David Beckham (gelandang LA Galaxy), Tom Cruise (yang jadi lakon Mission Imposible) ataupun Ian Thorpe (langganan juara olimpiade cabang renang), pas banget diidentikkan dengan sosok metroseksual.

Ehm.. nah udah jelas kan, asal muasalnya istilah metroseksual dan style hidupnya bukan dari budaya yang bener. Yup, budaya glamour dan serba hedonistik And by the way, soal majalah-majalah tadi, awas lho, jangan dibaca, kualat nanti. Hehe..

Di balik Metroseksual

Eh iya sobat, jangan kaget lho, kalo gejala metroseksual ini udah lama bersandar di negeri kita. Sedikit atau banyak, fenomena metroseksual udah dikenalkan media kepada khalayak. Seperti setahun lalu, sebuah media di Surabaya mengadakan acara Metroseksual Award. Yang konon bertujuan mengenalkan gaya hidup urban “modern”. Di Jakarta, malah selangkah lebih depan dalam hal ini. Samuel Wattimena, perancang busana, bahkan sampai menggagas perlunya acara “Male Fashion Trend 2004”, di tahun yang sama. Khusus untuk mengenalkan busana, yang klop banget dengan gaya metroseksual. Wow.

Sobat, banyak yang berpendapat, bahwa motif arus metroseksual lebih ke arah ekonomi. Alias menjadikan laki-laki sama konsumtifnya dengan wanita. Namun tidak sedikit juga yang menyangganya. Dan nyebut bahwa metroseksual bukan sekedar menjadikan tradisi konsumtif yang selama ini dibawa ama wanita beralih ke pria. Lebih dari itu, keberadaan metroseksual lebih bermotif ideologis. Eng ing eng…..

“Gerakan feminis punya kontribusi besar pada perkembangan pasar (produk) laki-laki”, begitu kata Jean-Marc Carriol, direktur perusahaan fashion Trimex. Menurutnya kesetaraan hak yang selama ini digembar-gemborkan kaum feminis telah jadi biang sukses ide metroseksual. Bukan hanya kaum wanita aja yang bisa tampil cantik. Pria juga. Gerakan feminis juga menuntut agar pria bisa memahami wanita dengan berpenampilan stylish dan sedap dipandang. Menurut Carriol, “Sukses (gerakan feminisme) itu secara mendasar, mengubah cara lelaki dan perempuan berinteraksi di lingkungan kerja mereka. Penampilan dan perawatan (tubuh) menjadi sangat penting”.

Ga berhenti sampai di situ. Tuntunan jadilah tuntutan. Para pria yang menganggap ide metroseksual klop dengan cara berpikirnya, langsung in juga pola hidupnya. Berdasarkan Indonesian Metrosexual Behavioral Survey yang dilakukan MarkPlus&Co; akhir tahun lalu, para pria metroseksual ini umumnya paling suka belanja, ga tabu dandan dan manjain diri di salon lamaa banget. Suka ngerumpi berjam-jam di kafe atau pub. Mereka pun sangan fashion-oriented. Selalu update terhadap model baju terbaru di New York, Paris atau Milan. Selain itu, studi yang dilakukan terhadap 400 pria upper class di Jadodetabek ngungkap, kalo pria kalangan atas di Jakarta ternyata mulai melihat bahwa di dunia bisnis berdandan secara menarik adalah hal penting saat ini. Wah-wah.. Di negara biangnya metroseksual, pasar kosmetik untuk pria di Amerika saat ini sudah mencapai 4,5 miliar dolar dan naik menjadi 5,5 miliar dolar pada 2006. Itu berarti segmen pasar dengan pertumbuhan tertinggi di industri kecantikan.

Metroseksual, Budaya Kapitalistik

Sobat, kita semua ga mungkir, kalo gelombang kapitalisasi kehidupan, sekarang udah bikin negeri kita kebanjiran. Yup, kebanjiran ama ide dan gaya hidup yang serba didasari dengan uang. Seakan-akan uang adalah tujuan hidup. Dengan fulus, semua bakal mulus. Mafi fulus pasti mampus. Segala sektor kehidupan udah terjajah secara sistematis. Pendidikan kita udah jadi komoditi ekonomi. Yang berduit aja yang bisa sekolah. Yang ga ada uang, maaf, belajar aja seadanya. Kesehatan juga udah jadi barang yang mahal. Seakan-akan, kaum dhuafa dan fakir miskin dilarang sakit. Demikian juga dengan budaya metroseksual ini. Ujung-ujungnya tetep aja kita dipaksa ngikut arus kehidupan yang jauh dari idealisme dan kabahagiaan yang hakiki.

Di dalam kehidupan serba kapitalis ini, ga hanya kaum hawa yang jadi korban dengan istilah shopaholic-nya. Tapi juga kaum pria dengan definisi metroseksual-nya. Produk wanita dengan embel-embel “For Men” kini makin marak. Ga cuma di Amerika, tapi merata di seluruh dunia. Termasuk di negeri ini. Jenis produknya macem-macem, mulai dari bedak, facial, body spray, salon dan spa, majalah fashion, produk makanan diet, program pelangsingan tubuh, butik, program acara TV dan radio, perhiasan, hingga cat kuku. Merek-merek top seperti Armani, Esprit, Dolce & Calvin Klein, kini berlomba-lomba untuk menciptakan produk kategori baru ini. Tujuannya, gampang. Untuk mencuri mind share yang berkantung tebal.

Nah sobat, paling tidak ada 3 hal yang bisa kita tarik dari fenomena metroseksual. Pertama, metroseksual sebenarnya punya motif ideologis. Yaitu ideologi kapitalis, yang mendewakan uang dan harta di atas segalanya. Motif lainnya yang dibawa ama para pejuang feminis. Tapi cuman ndompleng ideologi kapitalis doang. Kedua, ide metroseksual sebenarnya bukan hal baru. Tapi ide lama yang dipermak sedemikian rupa, sehingga seakan-akan jadi hal yang serba fresh. Masuknya ide ini sama prosesnya dengan ide shopaholic alias doyan belanjanya kaum wanita. Yang konon di tahun 90-an jadi trend kaum hawa. Diawali dari keinginan untuk hidup serba bebas alias liberal. Lepas dari segala aturan. Akhirnya mencoba untuk memenuhi keinginan dan kebutuhan diri sendiri. Ingin PD-lah, putih-lah, dan bebas jerawat-lah. Seakan ga peduli dengan keadaan sekitar. Hanya penampilan pribadi sajalah yang utama. Yang penting bisa tampil mbois dan caem.

Metroseksual? Ga usah

Sobat, sebenarnya untuk menjadi seseorang yang diperhitungkan, bukan penampilan yang utama. Memang sih boleh-boleh aja tampil ganteng. Ga ada yang ngelarang kok. Tapi kalo udah bergaya metroseksual, maaf-maaf aja nih ya, kita terus terang nolak. Kenapa? Sebab, bukan itu tujuan hidup kita di dunia. Juga bukan hal itu yang bisa bawa kita masuk surga. Dari Abu Hurairah r.a, Rasulullah SAW pernah ditanya tentang perkara yang paling banyak menjadi penyebab manusia masuk surga, lalu beliau bersabda, “Perkara itu adalah taqwa dan akhlaq yang baik.” Jadi, jangan sampe dech penampilan OK, tetapi pemahaman Islamnya KO.

Lagipula dengan model kehidupan metroseksual, kita akan digiring untuk melupakan saudara-saudara kita yang membutuhkan. Cuek abis. Semua harta kita ludes untuk memanjakan diri. Padahal Allah SWT berfirman, “Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai…” (TQS. Ali Imran 92). Dan yang terakhir, perlu kita ingat sobat, budaya-budaya seperti ini akan terus menggempur kita, bila penguasa negeri kita diem aja kayak foto 3x4. dang a mau nerapin aturan Islam. Padahal dengan aturan Islam, iman dan taqwa kita akan terjaga. Apalagi aturan yang kaffah ini, tentunya dijamin, bisa membawa diri kita semua masuk ke surga-Nya. Pasti.
Previous Post
Next Post

0 komentar: